Minggu, 21 September 2014

BOOK REPORT (Curriculum 21: essential education for a changing world)

BOOK REPORT



 Identitas Buku

Judul buku           :    Curriculum 21: essential education for a changing world
Pengarang            :    Heidi Hayes Jacobs
Penerbit                :    Alexandria: ASCD, 2009
Jumlah halaman   :    251 halaman


            Buku Curriculum 21 essential education for a changing world membahas mengenai  perlunya untuk merombak, memperbaharui dan memasukan sisi kehidupan kedalam kurikulum, serta mencocokkan isi kurikulum dengan waktu dimana kita hidup yang bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik pada masa yang akan datang. Pada buku ini, menurut penulis (Jacobs) ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam memperbaharui kurikulum. Langkah pertama adalah mengembangkan pengganti penilaian (assessment). Kedua, menyesuaikan teknologi sesuai kebutuhan. Ketiga, mengganti penilaian yang lama dengan yang baru. Keempat, membagikan informasi mengenai penilaian yang telah diperbaharui kepada sekolah dan peserta didik. Langkah terakhir, memasukkan penilaian tersebut pada program sekolah. Selain itu, ada empat kunci struktur program yang mempengaruhi kurikulum, yaitu: jadwal (baik jangka pendek dan panjang), cara kita mengelompokkan peserta didik, susunan pegawai, penggunaan ruang (baik fisik dan virtual).
            Pada buku ini penulis (Jacobs) mengundang 10 pendidik untuk berbagi pengalaman kepada para pembaca. Setiap babnya, para pendidik akan membagikan pengalamannya masing-masing dalam dunia pendidikan. Adapun para pendidiknya yaitu; Jacobs, Stephen Wilmart, Vivien Steward, Tim Tyson, Frank W. Baker, David Niguidula, Jaime Cloud, Alan November, Bill Sheskey, Bena Kalick dan Artur Costa. Mereka semua memiliki satu tujuan yang sama yaitu untuk memberikan contoh tentang imajinasi, keberanian dan kepraktisan pembelajaran dari abad ke-21.
            Pada buku ini Stephen Wilmarth membahas mengenai sosial media teknologi yang mempengaruhi dan mengubah cara belajar mengajar. Peserta didik memperbaiki kemampuan berpikir kritis, mengekspresikan dan mengembangkan kemampuan pada literaturnya dengan berpartisipasi melalui blog, wiki, podcast, youtube, email, dan pesan singkat. Dia mengartikulasikan bagaimana teknologi mengubah sifat pedagogi. Dia menciptakan program yang sangat berhasil untuk menyatukan inovasi teknologi serta melakukan pertukaran pelajar internasional dan mengembangkan keterampilan kerja yang berorientasi pada masa depan.
            Vivi Stewart menyoroti tentang globalisasi kurikulum dan mengungkapkan bahwa perlu adanya pengkonsepan ulang tentang pendidikan global saat ini. Menurutnya pendidikan harus mempersiapkan siswa untuk dunia dimana peluang sukses itu memerlukan kemampuan untuk bersaing dan bekerja sama dalam skala global namun kenyataannya, banyak sekolah yang belum menekankan pengetahuan global dan ketrampilan. Ada lima tren global yang mengubah konteks untuk generasi mendatang. Tren ini berkaitan dengan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi, demografi (ilmu tentang perkembangan penduduk), keamanan dan kewarganegaraan dan yang terakhir adalah pendidikan.
            Tim Tyson adalah kepala sekolah menengah Mabry yang menginspirasi perbaikan  yang menggeser budaya di sekolahnya. Sekolah menengah Mabry terletak di Marietta, Giorgia. Sekolah ini memiliki tradisi unggul di bidang akademik dan seni pertunjukan. Bahkan grup bandnya menjadi salah satu yang terbaik di negaranya. Dalam keseharian di kelas dan proses belajar adanya persaingan ketat untuk menjadi yang terbaik. Namun menurut Tym, sekolah itu bukan hanya sekedar nilai, bukan hanya memikirkan bagaimana caranya mendapat nilai yang baik. Selain itu, Tim mempunyai ide untuk menggabungkan proses pembelajaran melalui teknologi, siswa dapat belajar tanpa harus berhadapan langsung dengan guru tapi bisa melalui video dan alat teknologi lainnya.
            Frank W. Baker adalah seorang jurnalis tv yang mengembangkan alat kurikulum untuk mengajar literasi dengan menggunakan media elektronik selama sepuluh tahun terakhir dan pendekatan yang dipakainya telah diuji dan solid. Itu semua didasari oleh banyaknya guru yang tidak mahir dalam menggunakan media yang efektif dalam pembelajaran. Masih sedikit yang tahu cara menggabungkan pembelajaran dengan media dan teknologi yang sesuai. Dan akhirnya pendidik sepakat bahwa cara mengajar anak harus berubah karena mereka sebagai guru tidak bisa mengabaikan internet, televisi, musik atau film sebagai media dan strategi pengajaran.
            David Niguidula adalah seorang perintis pengembangan portofolio digital siswa. David mensyaratkan peserta didik untuk mengembangkan portofolio digital jika ingin lulus dan karyanya itu mulai merevolusi penilaian. Portofolio digital adalah koleksi multimedia karya siswa yang menyimpan bukti keterampilan dan pengetahuan siswa. Ini merupakan cara yang ampuh untuk mengumpulkan pekerjaan siswa. Jika dilakukan dengan baik dan benar, portofolio digital menguraikan perjalanan belajar siswa dalam banyak cara. Pengumpulan portofolio ini dimaksutkan untuk menunjukkan bahwa seorang siswa sebagai pelajar individu.
            Jaimi Cloud mengabdikan karirnya untuk membangun kurikulum yang mendukung keberlanjutan dan pemahaman global. Jaimi sudah menghasilkan kurikulum yang kuat dan ramah untuk beradaptasi pada kelas dengan kondisi apapun. Dia percaya bahwa dengan meningkatkan kapasitas pengetahuan kita, dapat membuat perubahan menuju masa depan yang berkelanjutan.
            Alan November adalah seseorang yang mempunyai pandangan bahwa sekolah perlu adanya perubahan. Jaman modern seperti ini, anak sudah dekat dengan media teknologi tanpa dipelajari di sekolahnya, justru media teknologi kadang menjadi boomerang untuk guru di kelas karena sewaktu-waktu dapat mengancam keseriusan belajar. Dengan adanya media sosial di internet, kadang anak menjadi tidak serius belajar di kelas sehingga guru kesulitan untuk mengontrol kelas. Menurutnya, teknologi dapat mengganggu proses belajar mengajar jika tidak bekerja dengan baik. Sebaiknya kita mengubah budaya belajar mengajar sehingga dapat beradaptasi dengan kekuatan media teknologi.
            Bill sheskey adalah seorang pengembang strategi sederhana untuk membantu rekan-rekan guru dengan menggunakan alat digital yang dibantu oleh peserta didik. Dalam hal ini peserta didik seringkali lebih mengerti mengenai alat digital dibandingkan orang dewasa (guru). Peserta didik juga cenderung menginginkan perubahan dalam pembelajaran karena mereka lebih cepat menerima perubahan misalnya dalam hal teknologi. Strateginya adalah dengan menggabungkan proses pembelajaran dengan media elektronik seperti komputer, yang didalamnya bisa digunakan internet.
            Bagian terakhir pada buku ini Bena kellick dan  Arthur Costa mengemukakan pikirannya bahwa kita harus menanamkan pikiran pada diri kita sendiri bahwa kita adalah desainer kurikulum. Perserta didik pada masa yang akan datang sedang menunggu guru dan kurikulum baru yang bisa mengejar ketinggalan. Kurikulum yang dapat mengubah mental kita, apa yang diajarkan dan bagaimana cara mengajar. Perubahan tersebut membutuhkan keterbukaan, fleksibilitas, kesabaran dan keberanian. Tapi, mengubah kurikulum itu sama dengan mengubah pikiran kita. Mengubah kurikulum juga dapat membuat kita meninggalkan kebiasaan lama dengan kebiasaan baru. Itu semua dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk saat ini dan untuk masa yang akan dating.

KOMENTAR:
            Sebagai pendidik, tantangan kita adalah untuk mencocokan kebutuhan peserta didik dengan dunia yang berubah sangat cepat ini. Untuk memenuhi tantangan ini kita perlu untuk menjadi pembelajar yang strategis dengan memperluas perspektif dan memperbaharui pendekatan kita terhadap peserta didik.
            Sebagai pembaca yang juga seorang guru. Saya sangat setuju dengan beberapa ahli pendidikan pada buku ini karena mereka mempunyai tujuan untuk menyatukan teknologi dengan proses pembelajaran. Teknologi memang terbukti efektif untuk meningkatkan kemampuan peserta didik namun bukan berarti tanpa cacat. Seperti yang dikemukakan oleh Alan bahwa teknologi yang tidak digunakan dengan baik justru akan membuat kelas kacau.
            Menurut saya, teknologi mungkin sudah menjadi hal yang biasa di Negara maju, tapi jika ingin dibandingkan dengan Negara berkembang seperti Indonesia, akan menjadi sulit untuk direalisasikan. Tidak semua sekolah mempunyai media pembelajaran yang baik, bahkan tidak banyak siswa yang mempunyai bangunan sekolah yang memadai.

            Jadi, jika ingin mengembangkan kurikulum baru, kita harus mengubah pola pikir kita terlebih dahulu. Perlukah media elektronik? Apakah hanya ingin menaikkan derajat sekolah dan mengikuti standar negara maju belaka. Seperti kita ketahui, kita harus menyesuaikan kurikulum yang tepat dengan tempat dimana kita tinggal.

REFERENSI:
Jacobs, H. (2009). Curriculum 21: essential education for a changing world. Alexandria: ASCD

Tidak ada komentar:

Posting Komentar