BOOK REPORT
Identitas Buku
Judul buku : Curriculum 21: essential education for a
changing world
Pengarang : Heidi
Hayes Jacobs
Penerbit : Alexandria:
ASCD, 2009
Jumlah halaman : 251 halaman
Buku Curriculum
21 essential education for a changing world membahas mengenai perlunya untuk merombak, memperbaharui dan
memasukan sisi kehidupan kedalam kurikulum, serta mencocokkan isi kurikulum dengan
waktu dimana kita hidup yang bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik pada
masa yang akan datang. Pada buku ini, menurut penulis (Jacobs) ada beberapa
langkah yang harus ditempuh dalam memperbaharui kurikulum. Langkah pertama
adalah mengembangkan pengganti penilaian (assessment). Kedua, menyesuaikan
teknologi sesuai kebutuhan. Ketiga, mengganti penilaian yang lama dengan yang
baru. Keempat, membagikan informasi mengenai penilaian yang telah diperbaharui
kepada sekolah dan peserta didik. Langkah terakhir, memasukkan penilaian tersebut
pada program sekolah. Selain itu, ada empat kunci struktur program yang
mempengaruhi kurikulum, yaitu: jadwal (baik jangka pendek dan panjang), cara
kita mengelompokkan peserta didik, susunan pegawai, penggunaan ruang (baik
fisik dan virtual).
Pada buku ini penulis
(Jacobs)
mengundang 10 pendidik untuk berbagi pengalaman kepada para pembaca. Setiap
babnya, para pendidik akan membagikan pengalamannya masing-masing dalam dunia pendidikan. Adapun para pendidiknya yaitu; Jacobs, Stephen Wilmart, Vivien
Steward, Tim Tyson, Frank W. Baker, David Niguidula, Jaime Cloud, Alan
November, Bill Sheskey, Bena Kalick dan Artur Costa. Mereka semua memiliki satu
tujuan yang sama yaitu untuk memberikan contoh tentang imajinasi, keberanian
dan kepraktisan pembelajaran dari abad ke-21.
Pada buku ini Stephen Wilmarth membahas mengenai sosial media teknologi yang mempengaruhi dan
mengubah cara belajar mengajar. Peserta didik memperbaiki kemampuan berpikir
kritis, mengekspresikan dan mengembangkan kemampuan pada literaturnya dengan
berpartisipasi melalui blog, wiki, podcast,
youtube, email, dan pesan singkat. Dia mengartikulasikan bagaimana teknologi
mengubah sifat pedagogi. Dia menciptakan program yang sangat berhasil untuk
menyatukan inovasi teknologi serta melakukan pertukaran pelajar internasional
dan mengembangkan keterampilan kerja yang berorientasi pada masa depan.
Vivi Stewart
menyoroti tentang globalisasi kurikulum dan mengungkapkan bahwa perlu adanya
pengkonsepan ulang tentang pendidikan global saat ini. Menurutnya pendidikan
harus mempersiapkan siswa untuk dunia dimana peluang sukses itu memerlukan
kemampuan untuk bersaing dan bekerja sama dalam skala global namun
kenyataannya, banyak sekolah yang belum menekankan pengetahuan global dan
ketrampilan. Ada lima tren global yang mengubah konteks untuk generasi
mendatang. Tren ini berkaitan dengan ekonomi, ilmu pengetahuan dan teknologi,
demografi (ilmu tentang perkembangan penduduk), keamanan dan kewarganegaraan
dan yang terakhir adalah pendidikan.
Tim Tyson
adalah kepala sekolah menengah Mabry yang menginspirasi perbaikan yang menggeser budaya di sekolahnya. Sekolah
menengah Mabry terletak di Marietta, Giorgia. Sekolah ini memiliki tradisi
unggul di bidang akademik dan seni pertunjukan. Bahkan grup bandnya menjadi
salah satu yang terbaik di negaranya. Dalam keseharian di kelas dan proses
belajar adanya persaingan ketat untuk menjadi yang terbaik. Namun menurut Tym,
sekolah itu bukan hanya sekedar nilai, bukan hanya memikirkan bagaimana caranya
mendapat nilai yang baik. Selain itu, Tim mempunyai ide untuk menggabungkan
proses pembelajaran melalui teknologi, siswa dapat belajar tanpa harus
berhadapan langsung dengan guru tapi bisa melalui video dan alat teknologi
lainnya.
Frank W. Baker adalah
seorang jurnalis tv yang mengembangkan alat kurikulum untuk
mengajar literasi dengan menggunakan media elektronik selama sepuluh tahun
terakhir dan pendekatan yang dipakainya telah diuji dan solid. Itu semua
didasari oleh banyaknya guru yang tidak mahir dalam menggunakan media yang
efektif dalam pembelajaran. Masih sedikit yang tahu cara menggabungkan
pembelajaran dengan media dan teknologi yang sesuai. Dan akhirnya pendidik
sepakat bahwa cara mengajar anak harus berubah karena mereka sebagai guru tidak
bisa mengabaikan internet, televisi, musik atau film sebagai media dan strategi
pengajaran.
David Niguidula
adalah seorang perintis pengembangan portofolio digital siswa. David
mensyaratkan peserta didik untuk mengembangkan portofolio digital jika ingin
lulus dan karyanya itu mulai merevolusi penilaian. Portofolio digital adalah
koleksi multimedia karya siswa yang menyimpan bukti keterampilan dan
pengetahuan siswa. Ini merupakan cara yang ampuh untuk mengumpulkan pekerjaan
siswa. Jika dilakukan dengan baik dan benar, portofolio digital menguraikan
perjalanan belajar siswa dalam banyak cara. Pengumpulan portofolio ini
dimaksutkan untuk menunjukkan bahwa seorang siswa sebagai pelajar individu.
Jaimi Cloud
mengabdikan karirnya untuk membangun kurikulum yang mendukung keberlanjutan dan
pemahaman global. Jaimi sudah menghasilkan kurikulum yang kuat dan ramah untuk
beradaptasi pada kelas dengan kondisi apapun. Dia percaya bahwa dengan
meningkatkan kapasitas pengetahuan kita, dapat membuat perubahan menuju masa
depan yang berkelanjutan.
Alan November adalah seseorang yang mempunyai pandangan bahwa sekolah perlu
adanya perubahan. Jaman modern seperti ini, anak sudah dekat dengan media
teknologi tanpa dipelajari di sekolahnya, justru media teknologi kadang menjadi
boomerang untuk guru di kelas karena sewaktu-waktu dapat mengancam keseriusan
belajar. Dengan adanya media sosial di internet, kadang anak menjadi tidak
serius belajar di kelas sehingga guru kesulitan untuk mengontrol kelas.
Menurutnya, teknologi dapat mengganggu proses belajar mengajar jika tidak
bekerja dengan baik. Sebaiknya kita mengubah budaya belajar mengajar sehingga
dapat beradaptasi dengan kekuatan media teknologi.
Bill sheskey adalah
seorang pengembang strategi sederhana untuk membantu rekan-rekan guru dengan
menggunakan alat digital yang dibantu oleh peserta didik. Dalam hal ini peserta
didik seringkali lebih mengerti mengenai alat digital dibandingkan orang dewasa
(guru). Peserta didik juga cenderung menginginkan perubahan dalam pembelajaran
karena mereka lebih cepat menerima perubahan misalnya dalam hal teknologi.
Strateginya adalah dengan menggabungkan proses pembelajaran dengan media
elektronik seperti komputer, yang didalamnya bisa digunakan internet.
Bagian terakhir pada buku ini Bena kellick dan Arthur Costa mengemukakan pikirannya bahwa kita harus menanamkan pikiran pada diri kita sendiri bahwa
kita adalah desainer kurikulum. Perserta didik pada masa yang akan datang
sedang menunggu guru dan kurikulum baru yang bisa mengejar ketinggalan.
Kurikulum yang dapat mengubah mental kita, apa yang diajarkan dan bagaimana
cara mengajar. Perubahan tersebut membutuhkan keterbukaan, fleksibilitas,
kesabaran dan keberanian. Tapi, mengubah kurikulum itu sama dengan mengubah
pikiran kita. Mengubah kurikulum juga dapat membuat kita meninggalkan kebiasaan
lama dengan kebiasaan baru. Itu semua dalam rangka mempersiapkan peserta didik
untuk saat ini dan untuk masa yang akan dating.
KOMENTAR:
Sebagai pendidik,
tantangan kita adalah untuk mencocokan kebutuhan peserta didik dengan dunia
yang berubah sangat cepat ini. Untuk memenuhi tantangan ini kita perlu untuk
menjadi pembelajar yang strategis dengan memperluas perspektif dan
memperbaharui pendekatan kita terhadap peserta didik.
Sebagai pembaca
yang juga seorang guru. Saya sangat setuju dengan beberapa ahli pendidikan pada
buku ini karena mereka mempunyai tujuan untuk menyatukan teknologi dengan
proses pembelajaran. Teknologi memang terbukti efektif untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik namun bukan berarti tanpa cacat. Seperti yang
dikemukakan oleh Alan bahwa teknologi yang tidak digunakan dengan baik justru
akan membuat kelas kacau.
Menurut saya,
teknologi mungkin sudah menjadi hal yang biasa di Negara maju, tapi jika ingin
dibandingkan dengan Negara berkembang seperti Indonesia, akan menjadi sulit
untuk direalisasikan. Tidak semua sekolah mempunyai media pembelajaran yang
baik, bahkan tidak banyak siswa yang mempunyai bangunan sekolah yang memadai.
Jadi, jika ingin
mengembangkan kurikulum baru, kita harus mengubah pola pikir kita terlebih
dahulu. Perlukah media elektronik? Apakah
hanya ingin menaikkan derajat sekolah dan mengikuti standar negara
maju belaka. Seperti kita ketahui, kita harus menyesuaikan kurikulum yang tepat
dengan tempat dimana kita tinggal.
REFERENSI:
Jacobs, H. (2009). Curriculum 21: essential education for a changing world. Alexandria: ASCD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar