2.1 Teori Belajar Bahasa
Teori menurut Kerlinger dalam Ismail (2013)
merupakan suatu himpunan pengertian atau konsep yang saling berkaitan yang
menyajikan pandangan sistematis tentang gejala dengan jalan menetapkan gubungan
yang ada diantara variabel-variabel dengan tujuan untuk menjelaskan serta
meramalkan gejala-gejala tersebut. Sedangkan teori belajar bahasa adalah teori
mengenai bagaimana manusia mempelajari bahasa, dimulai dari tidak bisa
berkomunikasi antar sesama manusia menjadi berkomunikasi dengan baik. Kegunaan
teori itu sendiri adalah untuk menyempurnakan suatu praktik sehingga dapat
memperjelas sesuatu dan membuat orang mengerti sesuatu.
Ellis dalam Ismail (2013) mengatakan bahwa setiap
guru pasti memiliki teori tentang pembelajaran, tetapi sebagian guru tersebut
tidak pernah mengungkapkan seperti apa teori itu. adapun beberapa teori dalam
pembelajaran bahasa adalah teori kognitifisme, behaviorisme, mentalis/nativis,
dan interaktif.
2.1.1 Teori Kognitif
Teori Kognitif bersifat rasionalis.
Itu artinya kemampuan berbahasa seseorang berasal dan diperoleh sebagai akibat
dari kematangan kognitif sang anak. Mereka beranggapan bahwa bahasa itu
distrukturkan atau dikendalikan oleh nalar manusia. Teori ini menganggap
belajar sebagai pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan perseptual untuk
memperoleh pemahaman. Teori-teori yang termasuk ke dalam kelompok kognitif
holistik di antaranya:
1. Teori
Gestalt, dengan tokohnya Kofka, Kohler, dan Wetheimer
2. Teori
Medan (field theory), dengan tokohnya lewin
3. Teori
organismik yang dikembangkan oleh wheeler
4. Teori
humanistic, dengan tokohnya maslow dan rogers
5. Teori
konstruktivistik, dengan tokohnya jean piaget
Menurut Piaget dalam Wati (2013),
manusia harus mengembangkan skema pikiran lebih umum atau rinci, atau perlu
perubahan, menjawab dan menginterpretasikan pengalaman-pengalaman karena
manusia berhadapan dengan tantangan, pengalaman, gelaja baru dan persoalan yang
harus ditanggapinya secara kognitif (mental). Adapun prosesnya sebagai berikut;
1. Skema/skemata
adalah struktur kognitif yang dengannya seseorang beradaptasi dan terus
mengalami perkembangan mental dalam interaksinya dengan lingkungan. Skema juga
berfungsi sebagai kategori-kategori utnuk mengidentifikasikan rangsangan yang
datang, dan terus berkembang.
2. Asimilasi
adalah proses kognitif perubahan skema yang tetap mempertahankan konsep
awalnya, hanya menambah atau merinci.
3. Akomodasi
adalah proses pembentukan skema atau karena konsep awal sudah tidak cocok lagi.
4. Equilibrasi
adalah keseimbangan antara asimilasi dan akomodasi sehingga seseorang dapat
menyatukan pengalaman luar dengan struktur dalamya (skemata). Proses
perkembangan intelek seseorang berjalan dari disequilibrium menuju equilibrium
melalui asimilasi dan akomodasi.
Dalam proses pembelajaran, siswa
harus diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang
ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan tentunya dibantu oleh guru. Guru
harus memberikan banyak rangsangan kepada siswa agar secara aktif mau
berinteraksi dengan lingkungannya. Adapun implikasi teori perkembangan menurut
Piaget sebagai berikut:
1.
Dalam proses
pembelajaran, guru hendaknya menggunakan bahasa yang mudah untuk dimengerti
oleh anak karena bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa
2.
Guru harus membantu
siswa dalam berinteraksi dengan lingkungannya karena Anak-anak akan belajar
lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik.
3.
Bahan yang harus
dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing agar siswa tidak
merasakan bosan dalam belajar.
4.
Berikan peluang agar
anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5.
Anak-anak hendaknya
diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya di
kelas.
Adapun tahap-tahap perkembangan
kognitif menurut Piaget adalah:
1.
Tahap sensorik motorik
( 0-2 tahun)
2.
Tahap preoperasional
(2-6 tahun)
3.
Tahap operasional
kongkrit (6-12 tahun)
4.
Tahap formal yang
bersifat internal (12-18 tahun)
2.1.2 Teori Behavioristik
Teori Behavioristik bersifat
empiris, yang artinya berdasarkan pengalaman (terutama yg diperoleh
dr penemuan, percobaan, pengamatan yg telah dilakukan). Teori ini mengungkapkan
kemampuan berbicara dan memahami bahasa diperoleh
melalui rangsangan lingkungan. teori ini berawal dari adanya percobaan
sang tokoh behavioristik terhadap binatang, maka dalam konteks pembelajaran ada
beberapa prinsip umum yang harus diperhatikan. Menurut Mukinan dalam Wati
(2013), beberapa prinsip tersebut adalah:
1. Teori
ini beranggapan bahwa yang dinamakan belajar adalah perubahan tingkah laku.
Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika yang bersangkutan dapat
menunjukkan perubahan tingkah laku tertentu.
2. Teori
ini beranggapan bahwa yang terpenting dalam belajar adalah adanya stimulus dan
respons, sebab inilah yang dapat diamati. Sedangkan apa yang terjadi di
antaranya dianggap tidak penting karena tidak dapat diamati.
3. Reinforcement,
yakni apa saja yang dapat menguatkan
timbulnya respons, merupakan faktor penting dalam belajar. Respons akan semakin
kuat apabila reinforcement (baik positif maupun negatif) ditambah.
Dalam teori behavioristik, ada beberapa teori
belajar yang bisa dikelompokkan kedalamnya, yaitu; Koneksionisme, dikembangkan
oleh Thorndike. Classical Conditioning, dikembangkan oleh Pavlop. Operant
conditioning, dikembangkan oleh Skinner. Systematic Behavior, dikembangkan oleh
Hull. Yang terakhir adalah Contiguous Conditioning, yang dikembangkan oleh
Guthrie (Wati: 2013)
Teori
yang dikemukakan Edward Lee Thorndike adalah Koneksionisme. Dalam teori ini, belajar
akan terjadi pada diri anak, jika anak mempunyai ketertarikan terhadap masalah
yang dihadapi. Siswa dalam konteks ini dihadapkan pada sikap untuk dapat
memilih respons yang tepat dari berbagai respons yang mungkin bisa dilakukan.
Jadi, pada teori ini Thorndike memandang bahwa
yang menjadi dasar terjadinya belajar adalah adanya asosiasi atau hubungan
antara kesan panca indera (sence of impression) dengan dorongan yang muncul
untuk bertindak (impuls to action). Dalam teori Thorndike, belajar akan
berlangsung pada diri siswa jika siswa berada dalam tiga macam hukum belajar,
yaitu;
1.
The
Law of Readiness (hukum kesiapan belajar)
Hukum kesiapan belajar yaitu
semakin siap individu memperoleh suatu perubahan tingkah laku, maka pelaksanaan
tingkah laku tersebut akan menimbulkan kepuasan individu sehingga asosiasi
cenderung diperkuat. Contohnya jika anak merasa senang atau
tertarik pada kegiatan menggambar, maka ia akan cenderung mengerjakannya.
Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menggambar akan
menghasilkan prestasi memuaskan
2.
The
Law of Exercise (hukum latihan)
Hukum latihan yaitu semakin sering
tingkah laku diulang/dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin
kuat.
3.
The
Law of Effect (hukum pengaruh)
Hukum akibat yaitu hubungan
stimulus respon yang cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan
cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada
makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan
yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi.
Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung
dihentikan dan tidak akan diulangi.
Teori
selanjutnya adalah Classical Conditioning yang dikemukakan oleh Ivan Petrovitch
Pavlov. Konsep teori ini tidak jauh berbeda dengan Thorndike. Pada teori ini,
belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat
(conditions), dapat berupa latihan yang dilakukan secara terus menerus sehingga
menimbulkan reasksi (response).
Teori
yang dikemukakan oleh skinner adalah
operant
conditioning.
Operant conditioning adalah perilaku verbal merupakan perluasan teorinya tentang
belajar.
Perilaku verbal adalah perilaku yang dikendalikan oleh akibatnya. Bila
akibatnya itu hadiah, maka perilaku itu akan terus dipertahankan. Tetapi, bila
kurang adanya penguatan, maka perilaku itu akan diperlemah atau pelan akan
disingkirkan. Contohnya, jika seorang anak meminta untuk dibelikan sesuatu
tetapi ibunya tidak membelikan, kemudian anak tersebut menangis lalu kemudian
ibunya membelikan. Maka, anak tersebut akan mempertahankan sikapnya dengan cara
menangis tersebut jika suatu saat menginginkan sesuatu tetapi tidak dipenuhi.
Systematic
Behavior
dikemukakan oleh Clark L. Hull. Pada teori ini, suatu kebutuhan harus ada pada
diri seseorang yang sedang belajar, kebutuhan itu dapat berupa motif, maksud,
ambisi, atau aspirasi. Dalam hal ini efisiensi belajar tergantung pada besarnya
tingkat pengurangan dan kepuasan motif yang menyebabkan timbulnya usaha belajar
individu. Prinsip penguat (reinforcer)
menggunakan seluruh situasi yang memotivasi, mulai dari dorongan biologis yang
merupakan kebutuhan utama seseorang sampai pada hasil-hasil yang memberikan
ganjaran bagi seseorang. Jadi pada diri seseorang harus ada motif sebelum
belajar terjadi atau dilakukan Tugino
(2013).
Teori
Contiguous Conditioning yang dikemukakan oleh Guthrie, merupakan penegasan dari
teori yang dikemukan oleh Thorndike dan Pavlov. Guthrie dalam Wati (2013)
menyatakan dalam hukumnya “The Law of Association” yang berbunyi “A
combination of stimuli which has accompanied a movement will on its recurrence
tend to be followed by that movement”.
Hukum tersebut dapat didefinisikan sebagai gabungan atau kombinasi suatu
stimulus yang menyertai atau mengikuti suatu gerakan tertentu, maka ada
kecenderungan bahwa gerakan itu akan
diulangi lagi pada situasi/stimuli yang sama.
Jadi,
dapat disimpulkan bahwa teori behaviorisme ini menekankan pada hubungan antara
stimulus dengan respons. Kedua hal ini memiliki arti penting bagi siswa untuk
meraih keberhasilan dalam belajar. Sebagai guru, haruslah banyak
memberikan stimulus dalam proses pembelajaran, dan dengan cara ini siswa akan
merespons secara positif apa lagi jika diikuti dengan adanya reward yang
berfungsi sebagai reinforcement (penguatan terhadap respons yang telah
ditunjukkan).
2.1.3
Teori
Mentalis/Nativis
Teori mentalis ini dikemukakan oleh
N, Chomsky. Teori ini merupakan kebalikan dari teori Behaviorisme. Teori ini
cenderung bersifat batiniah. Pada teori ini pemerolehan bahasa tidak dapat
dicapai melalui
pembentukan kebiasaan karena bahasa terlalu sulit untuk dipelajari dengan cara
semacam itu apalagi dalam waktu yang singkat. Jadi, pada teori ini perilaku bahasa adalah sesuatu yang diturunkan dan seorang anak lahir
dengan piranti bawaan dan segudang potensi bawaan untuk memperoleh bahasa. Adapun beberapa pendapat kaum mentalis
tentang pembelajaran dan pemerolehan bahasa yang dikutip oleh Sapani dalam
Ismail (2013):
a) Bahasa hanya dapat dikuasai oleh
manusia
b) Perilaku bahasa adalah suatu yang
diturunkan
c) Pemerolehan bahasa berlangsung
secara alami
d) Pola perkembangan bahasa sama pada
berbagai macam bahasa dan budaya
e) Setiap anak sudah dibekali dengan
piranti penguasaan bahasa sebagai bawaan dari lahir
f) Aliran mentalis tidak setuju
menyamakan proses belajar pada manusia dengan yang terjadi pada binatang
g) Belajar bahasa tidak sekedar latihan-latihan
mekanistis melainkan lebih kompleks
Dengan kata lain, bahasa merupakan pemberian biologis
dan sudah ada sejak lahir sehingga menurut mereka bahasa terlalu kompleks dan
mustahil dapat dipelajari oleh manusia dalam waktu yang relatif singkat lewat
proses peniruan sebagaimana keyakinan kaum behavioristik. Jadi beberapa aspek
penting yang menyangkut sistem bahasa menurut keyakinan mereka pasti sudah ada
dalam diri setiap manusia secara alamiah.
Para
kaum Nativis juga mengatakan bahwa bahasa juga sangat kompleks, sehingga tidak mungkin
manusia belajar bahasa dari makhluk Tuhan yang lain, yang dalam hal ini adalah hewan. Menurut Chomsky, setiap anak yang
lahir ke dunia telah memiliki bekal dengan apa yang disebutnya “alat penguasaan
bahasa” atau LAD (language Acquisition Device). Jadi, pada hakikatnya belajar
bahasa hanyalah proses pengisian detil kaidah-kaidah atau struktur
aturan-aturan bahasa ke dalam LAD yang sudah tersedia secara alamiah pada
manusia tersebut. Mc. Neil dalam
Sarimanah
(2011) mendeskripsikan bahwa LAD itu terdiri atas empat bakat bahasa, yakni:
1. Kemampuan untuk membedakan bunyi
bahasa dengan bunyi-bunyi yang lain.
2. Kemampuan mengorganisasikan peristiwa bahasa
ke dalam variasi yang beragam.
3. Pengetahuan adanya sistem bahasa
tertentu yang mungkin dan sistem yang lain yang tidak mungkin.
4.
Kemampuan
untuk mengevaluasi sistem perkembangan bahasa yang membentuk sistem yang
mungkin dengan cara yang paling sederhana dari data kebahasaan yang diperoleh.
Jadi
pada initinya teori
ini lebih menekankan pada cara manusia memperoleh bahasa yang telah ia miliki,
dan cenderung pada bahasa yang telah dimiliki seseorang merupakan sebuah
anugrah yang sedikit demi sedikit akan mengalami perkembangan hingga ia mampu
membuka kemampuan berkomunikasi yang akan dimilikinya.
2.1.4
Teori
Interaktif
Teori
interaktif bisa juga disebut teori fungsional. Pada teori ini, bahasa merupakan
perpaduan faktor genetik dan lingkungan. Bahasa juga dianggap sebagai bentuk
dari kemampuan kognitif dan efektif untuk menjelajah dunia dan berhubungan
dengan orang lain dan juga keperluan terhadap diri sendiri sebagai manusia.
Para ahli interaksionis yang salah
satunya adalah Vygotsky menjelaskan bahwa berbagai faktor seperti sosial,
linguistik, kematangan, biologis, dan kognitif, saling mempengaruhi,
berinteraksi, dan memodifikasi satu sama lain sehingga berpengaruh terhadap
perkembangan bahasa individu.
Ada empat prinsip yang dikemukakan
oleh Vygotsky, yaitu:
1.
Pembelajaran
sosial
Pembelajaan
sosial adalah pendekatan yang dipandang sesuai dengan pembelajaran kooperatif.
Pada pembelajaran ini, siswa belajar melalui interaksi bersama dengan orang
dewasa atau teman yang sebayanya.
2.
ZPD
(Zone of Proximal Development)
Siswa dapat mempelajari
konsep-konsep jika berada dalam ZPD. Jika siswa tidak dapat menyelesaikan
masalah sendiri, siswa bisa mendapatkan bantuan dari temannya.
3.
Masa
Magang Kognitif
Suatu proses dimana siswa mendapat
kecakapan intelektual dari orang yang lebih ahli, dewasa atau teman yang lebih
pandai.
4.
Pembelajaran
Termediasi
Siswa diberi masalah yang kompleks
dan sulit tapi kemudian diberikan bantuan secukupnya dalam memecahkan masalah.
Dalam penerapannya, Vygotsky
menjelaskan walaupun anak tetap dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru harus
secara aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Teman sebaya juga merupakan
faktor penting dalam perkembangan kognitif anak. Selain itu, pengajaran oleh
teman sebaya juga diperlukan untuk mempercepat perkembangan anak.
DAFTAR PUSTAKA
Az Zahro, N., Handiri, N., Sanjaya, R., et al.
(2012). Teori Teori Belajar Bahasa Dan
Asal Usul Bahasa. (Makalah,
Politeknik Kesehatan Surakarta). Retrieved from Http://
Perantauan-Tw.Blogspot.Com/2012/03/Teori-Teori-Belajar-Bahasa-Dan-Asal.Html
Desmita.
(2006). Psikologi perkembangan. Bandung: PT Remaja rosdakarya
Santrock,
J. (2012). Life-Span Development:
Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Penerbit Erlangga
Tugino. 2013. Teori
Belajar Menurut Para Ahli. Tersedia: Http://Mastugino.Blogspot.Com
/2013/06/Teori-Belajar-Menurut-Para-Ahli.Html
Teori
Belajar Menurut Para Ahli
Wati, W.
(2010). Strategi Pembelajaran
Teori Belajar Dan Pembelajaran. (Makalah, Universitas Negeri Padang 2010) Http://Widya57physicsedu.Files.
Wordpress.Com/2010/12/No-29-Widya-Wati-02-Teori-Belajar-Dan-Pembelajaran